Categories: Halal

Peluang Dan Tantangan Industri Farmasi Halal


Indonesia berpotensi sebagai produsen industri halal terbesar di dunia, begitu pula dengan industri farmasi obat-obatan yang halal dan memenuhi syari’at Islam. Sebagai payung hukum produk halal di Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) mengatur wajib sertifikasi halal bagi produk obat, produk biologi dan alat kesehatan yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia. Namun, hal ini belum dirasakan pengaruhnya secara signifikan terhadap pertumbuhan industri farmasi halal. Hal ini karena industri farmasi halal masih terkendala beberapa aspek.

“Ada empat hal yang perlu diperhatikan terkait hal ini, yakni regulasi halal yang masih belum dipahami oleh semua pelaku usaha, waktu penahapan sertifikasi singkat, aturan teknis penandaan produk non-halal belum siap, dan produk tidak dirancang dari awal sebagai produk halal,” jelas Halal Partnership and Audit Services Director of LPPOM MUI, Dr. Ir. Muslich, M.Si. dalam seminar nasional bertajuk “Peran Apoteker dalam Mempersiapkan Wajib Halal Industri Farmasi 2026” yang diselenggarakan beberapa waktu lalu.

Sorotan lainnya berkaitan dengan fasilitas produksi yang kontak dengan bahan penyusun obat-obatan tidak dirancang dari awal untuk bebas babi. Supplier bahan baku yang belum siap dengan dokumen pendukung yang dibutuhkan produsen obat dan tidak mudahnya mengganti bahan baik karena regulasi maupun ketersediaan/kesesuaian menjadi hambatan dalam percepatan sertifikasi halal produk farmasi di Indonesia.

Namun, ada beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan diseminasi regulasi halal yg lebih intensif ke semua pelaku usaha dalam rantai pasok (barang dan jasa), pengembangan positive list, identifikasi bahan baru yang membutuhkan fatwa serta meningkatkan kegiatan riset pengembangan untuk menghasilkan bahan dan produk yang halal.

Muslich juga menjelaskan bahwa untuk mendukung produk farmasi yang halal perlu adanya data base bahan obat-obatan yang halal secara lebih luas, meningkatkan peran apoteker sebagai penyelia halal (tim manajemen halal) di Perusahaan, dan mendorong terbitnya aturan teknis penandaan produk non-halal.

Jika kriteria sertifikasi halal obat-obatan dipenuhi, maka fatwa dalam bentuk ketetapan halal akan diterbitkan. Sedangkan jika tidak memenuhi kriteria tetapi ada data yang mendukung, seperti adanya kondisi kebutuhan mendesak (hajah syar’iyyah) atau kondisi darurat syar’i (dharurah syar’iyyah), maka fatwa penggunaanya akan diterbitkan. (ZUL)





Source link

Fachry Hidayat

Share
Published by
Fachry Hidayat

Recent Posts

Silaturahim Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) MUI Se-DKI

Dalam rangka menyambut bulan Suci Ramadhan 1446 H, Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta melalui…

6 days ago

MUI DKI Jakarta Menerima Kunjungan Delegasi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)

Ketua Umum MUI DKI Jakarta, KH.Muhammad Faiz menerima kunjungan Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas…

3 weeks ago

Dorong Peningkatan Kepakaran Ulama, MUI DKI Jakarta Temui Pimpinan Al-Azhar dan Mufti Agung Mesir

Dalam rangka mewujudkan peningkatan kredibilitas dan marwah kepakaran ulama, MUI DKI Jakarta menggandeng kerja sama…

1 month ago

DAUROH ONLINE KERJA SAMA MUI JAKARTA DENGAN AL-AZHAR DITUTUP ATASE PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN KBRI KAIRO

Selama dua belas (12) hari penuh para mahasiswa Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI DKI Jakarta…

2 months ago

DAUROH ONLINE KERJA SAMA MUI JAKARTA DENGAN AL-AZHAR DITUTUP ATASE PENDIDIKAN & KEBUDAYAAN KBRI KAIRO – Pendidikan Kader Ulama

Selama dua belas (12) hari penuh para mahasiswa Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI DKI Jakarta…

2 months ago

MUI DKI Jakarta Melakukan Pertemuan dengan BAZNAS Pusat

MUI DKI Jakarta akan menyeleggarakan Public Lecture dalam bentuk Seminar Internasional menghadirkan pakar Hadits dan…

2 months ago