Jakarta | Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta akan menggelar lokakarya bertajuk “Menakar Masa Depan Air di Jakarta, Akankah Menjadi Air Mata?” pada Senin, 6 Oktober 2025, di The Tavia Heritage Hotel, Jakarta.
Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI DKI Jakarta, KH Lutfi Hakim, selaku pelaksana kegiatan menjelaskan bahwa lokakarya ini diselenggarakan sebagai forum strategis untuk membahas tata kelola air di Jakarta, yang saat ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan sumber daya, privatisasi, dan transformasi PAM Jaya menjadi perusahaan persero daerah (perseroda).
“Air bukan hanya kebutuhan dasar manusia, tetapi juga memiliki dimensi spiritual dan budaya. Dalam Islam, air adalah amanah, dan nilai kesuciannya harus dijaga. Karena itu, lokakarya ini bertujuan membahas tata kelola air secara menyeluruh, berpihak pada kepentingan masyarakat luas,” ujar KH Lutfi melalui keterangan resminya Jumat (03/10/25).
Lokakarya ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, antara lain tokoh agama, akademisi, praktisi, dan pejabat pemerintah. Beberapa materi yang akan dibahas meliputi:
Ketahanan Sumber Daya Air di Jakarta dan Tata Kelola Air Menuju Perubahan Status PAM Jaya, oleh H. Prasetyo Edi Marsudi, SH, Komisaris Utama PAM Jaya.
Pemanfaatan Sumber Daya Air dan Nilai Kesucian dalam Perspektif Agama dan Budaya, oleh KH. Yusuf Aman, MA, Wakil Ketua I MUI Jakarta.
Peluang dan Tantangan Perubahan Status PAM Jaya serta Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Kedaulatan Ekonomi Jakarta, oleh Agung Nugroho, Ketua Umum Relawan Kesehatan Indonesia.
Menakar Kebijakan PAM Jaya dalam Perspektif Kebijakan Publik, oleh Dr. Reza Hariyadi, M.Si, Dekan Fakultas Administrasi Negara UNKRIS.
Tata Kelola Air dalam Perspektif Keputusan Tarjih Muhammadiyah, oleh Dr. KH. Nurhadi, M.Si, Wakil Ketua PW Muhammadiyah DKI Jakarta.
KH Lutfi menegaskan, lokakarya ini diharapkan menghasilkan gagasan konstruktif yang dapat menjadi rekomendasi bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam merumuskan kebijakan pengelolaan air bersih yang optimal, inklusif, transparan, berkelanjutan, dan berkeadilan.
“Lokakarya ini bukan sekadar membicarakan air sebagai sumber daya alam, tetapi sebagai amanah yang harus dijaga. Kami ingin memastikan tata kelola air di Jakarta melindungi kelompok rentan, menjamin keberlanjutan, dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat,” tambah KH Lutfi.
Acara ini akan dihadiri perwakilan pemerintah, akademisi, tokoh agama, organisasi masyarakat, dan praktisi. KH Lutfi berharap diskusi yang terbentuk bisa menjadi landasan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan air di Jakarta. (MUI)